MER-C

15 Desember 2009

Meninggalnya Ibu

"Ibu baik kok", begitu kata Mbak Ti, kakakku nomor tiga, sambil memeluk dan menciumku begitu kami tiba di rumah ibu, untuk menghadiri pemakamannya. Sebuah kalimat pendek dan sederhana tetapi begitu menenangkan hati kami yang tidak dapat ikut merawat ibu pada waktu sakit karena terpisahkan oleh jarak yang jauh. Berganti-ganti kakak-kakakku mencium dan memeluk kami, yang tidak dapat menunggui ibu waktu meninggal. Pada waktu giliran Mas Edhi, istri dan putrinya yang memeluk dan mencium kami, saya tidak dapat menahan keharuan. Sambil sama-sama meneteskan air mata haru, saya bilang ke Mas Edhy, istri dan putrinya, bahwa mereka tidak boleh menangis atas meninggalnya ibu karena merekalah yang paling puas merawat dan menunggui ibu selama sakit dengan penuh kesabaran.

Setelah selesai mandi dan ganti baju, kami menshalatkan jenazah ibu, dengan suamiku sebagai imam (Tak berapa lama setelah meninggal, jenazah ibu langsung dimandikan dan dikafani oleh kakak-kakak yang di Magelang dibantu jamaah masjid tempat aku dulu diajak ibu belajar mengaji). Menurut kesepakatan kakak-kakak di Magelang, jenazah ibu akan dimakamkan setelah shalat Jum'at. Supaya tidak ribut, ya kami ikut saja. Sehingga sambil menunggu acara pemakaman, kami ikut menemui para tamu yang melayat. Sementara tetangga-tetangga dan kerabat dekat ibu pada berdatangan membawa berbagai macam bahan makanan dan memasakkannya buat kami sekeluarga. Hari itu, serasa kami dimanjakan oleh tetangga dan kerabat dekat ibu. Begitulah suasana kehidupan di desa yang masih penuh dengan gotong royong dan kekeluargaan. Terimakasih sekali kami sampaikan.

Shalat Jum'at sudah selesai, jenazah ibu diberangkatkan ke pemakaman keluarga yang jaraknya sekitar 600 meter dari rumah ibu. Jenazah dibawa ke pemakaman dengan keranda yang di gotong oleh empat orang. Kebahagiaan menghampiri hatiku, karena salah satu penggotong keranda adalah suamiku. Anak-anakku ingin sekali ikut mengantar jenazah Mbah putrinya ke pemakaman. Tapi aku tidak memperbolehkannya, aku jelaskan kepada mereka bahwa wanita tidak boleh ikut mengantar jenazah ke pemakaman supaya tidak tercampurbaur laki-laki dan perempuan yang kemungkinan akan dapat menimbulkan fitnah. Anak-anakku tetap ingin sekali ke pemakaman. Akhirnya setelah agak lama berselang, saya antarkan anak-anak ke pemakaman, dengan jalan kaki melewati pemantang sawah bekas jalan saya dulu ke sekolah dasar. Mereka gembira sekali, berjalan menyusuri pemantang sawah di pinggir sungai kecil yang masih jernih airnya sambil mendengarkan cerita mamanya tentang sekolahnya dulu.Kamipun berencana bahwa nanti waktu maghrib akan ke masjid tempat Mbah putrinya dulu mengaji dan membawa mamanya, untuk shalat berjamaah sekalian bersilaturahmi dengan kerabat Mbah putrinya. Anak-anakpun minta nanti pulang dari pemakaman lewat pemantang sawah lagi. Ternyata sampai di pemakaman suasananya sudah sepi, tinggal suamiku, beberapa kakakku, iparku, keponakanku dan beberapa saudara dan kerabat dekat yang sedang merapikan dan membereskan makam ibu. Tak lama di pemakaman, kamipun pulang karena kebetulan langsung turun hujan. Dan kamipun tidak jadi pulang berjalan kaki lewat pemantang sawah, kami terpaksa ikut mobil kakak yang menjemput.

Malam pertama di rumah ibu, setelah ibu dan bapak meninggal,"beda", kata saya yang diiyani oleh anak-anak. Tak ada lagi yang membuka pintu kamar kami untuk melihat apakah tidurnya sudah pada berselimut semua, atau sekadar membetulkan letak selimut kami. Paginyapun sudah tidak ada lagi yang mengingatkan kami untuk mandi dengan air hangat, karena di desa ibu hawanya dingin (maklum dilereng gunung ). Tapi yang sangat saya rasakan akan meninggalnya ibu adalah menimbulkan semangat tersendiri dalam diri saya untuk selalu memperbaiki diri, memperbaiki keimanan, memperbaiki ibadah, memperbaiki cinta ke suami, memperbaiki cinta ke anak-anak, memperbaiki semuanya. Ajaran agama yang menyatakan bahwa amal baik dari anak-anak akan mengurangi dosa ibu dan bapak yang sudah berpulangpun sering sekali terngiang-ngiang. Ya Allah, ampunilah dosa ibu bapak kami dan sayangilah mereka berdua, ya Allah.

15 Juli 2009

Hari Pertama Sekolah

Hari Senin ini, adalah hari pertama Kamila masuk sekolah di SD. Sejak Sabtu malam dia sudah siap-siap. Dia minta saya mempersiapkan segala peralatan sekolah yang harus dibawa hari Senin ini. Sambil belajar membaca, Mila memeriksa peralatan yang sudah saya siapkan bersamanya. Kemampuan membaca Mila sebenarnya belum begitu lancar, tetapi Mila sudah minta untuk dimasukkan di SD dan kebetulan SDIT-TIS dekat perumahan kami mau menerimanya, jadilah Mila tahun ini masuk sekolah di SD. Harapan kami ustadz dan ustadzahnya, begitu panggilan kepada pak guru dan bu guru di SDIT tempat Mila sekolah, bisa memahami dan membimbing Mila.

Dari malam Senin, Mila sudah tidak sabar menunggu hari pertama sekolahnya di SD. Dia tidak tidur-tidur, memikirkan hari pertama sekolahnya, sehingga ayahnya sampai berulang kali menyuruhnya agar cepat tidur. Alhamdulillah, Mbak Safa berhasil mengajak adik Mila tidur. Paginya, sewaktu dibangunkan Mbak Safa, Mila tidak mau bangun. "Mila mau bangun sendiri. Mila tidak mau dibangunin,"kata Mila. Dan setelah Mbak Safa pergi, Mila segera bangun sendiri. Ayahnyapun segera memandikannya, membantu mengenakan baju seragam dan kaos kaki yang sudah disiapkan Mbak Lia dan Mbak Nida. Sementara saya mempersiapkan sarapan untuk anak-anak. Wah Senin pagi ini menjadi pagi yang sibuk, indah dan menggembirakan bagi kami sekeluarga. Ternyata tidak hanya saya dan suami yang menantikan hari pertama Mila sekolah, tetapi juga kakak-kakaknya, Mbak Lia dan Mbak Nida yang masih libur, serta Mbak Safa, semua ingin melihat hari pertama adiknya sekolah di SD.

Sehabis Mila dan Safa makan pagi, saya dan suami mengantarkannya ke sekolah sekalian suami berangkat ke kantor. Senangnya kedua anakku ini, yang satu ingin segera melihat ustadz, ustadzah dan teman barunya, yang satu ingin segera mengetahui masuk ke kelas apakah tahun ini. Karena hari pertama masuk, saya antar Mila sampai ke ustadzahnya (Wali kelasnya), saya pasrahkan ke ustadzahnya, baru saya tinggal pulang untuk membereskan pekerjaan rumah. Saya berharap Mila tidak menangis atau rewel di sekolah. Tiga hari pertama, sekolah Mila sampai jam 11.00. Karena pekerjaan rumah yang hari Senin ini harus saya kerjakan agak banyak, saya agak terlambat menjemput Mila. Saya sudah kawatir Mila menangis atau ngambek, ternyata Alhamdulillah, Mila saya lihat dengan tenangnya menunggu saya duduk di depan kelasnya. Aku cium dan aku jabat tangannya dan aku tanyakan bagaimana sekolahnya. Mila menjawab dengan tersenyum. Setelah bertemu wali kelasnya (ustadzah Atik atau Miss Atik kata Mila) dan mengobrol sebentar, kami pamit pulang. Di sepanjang perjalanan Mila banyak cerita tentang teman-teman barunya, kelihatannya hari pertama sekolahnya ini menyenangkan hatinya. Itulah salah satu harapan kami, anak-anak kami merasa bahagia dan senang di sekolahnya.

12 Juli 2009

Memasak

Untuk membeli keperluan sekolah anak (buku tulis, pensil, ballpoint dan teman-temannya) pada tahun ajaran baru kali ini, aku dan suami ke toko grosir alat tulis di Jalan Kartini Bekasi, sesuai yang direkomendasikan teman mengajarku. Ternyata benar kata teman mengajarku, kami dapat harga lebih murah daripada harga di toko buku besar yang biasa kami kunjungi. Tetapi di toko grosir ini, hanya sedikit barang yang dapat dibeli secara satuan. Kami memutuskan untuk belanja di toko grosir ini agar dapat berhemat, karena memang alat tulis sekolah yang kami perlukan banyak yaitu untuk anak kedua, ketiga dan keempat ( anak kami pertama tahun ini sudah tamat madrasah aliyah, dan alhamdulillah karena kemurahan Allah atas ketekunan belajar dan ibadahnya juga atas kerja keras bapak ibu gurunya yang penuh keikhlasan, anak pertama kami dapat bea siswa penuh untuk belajar di universitas impiannya ).

Ternyata ada beberapa barang yang kami perlukan yang tidak ada di toko grosir ini, kami memutuskan untuk membelinya di mall dekat perumahan kami sekalian pulang, sekalian juga saya ingin sekali belanja keperluan dapur untuk dimasak. Mumpung anak-anak dan suami masih libur. Anak-anak dan suamiku senang sekali dengan masakan saya, itu bukan karena masakan saya enak sekali, tetapi karena saya jarang sekali memasak sendiri (suami dan anak-anakpun sudah maklum karena mamanya mantan anak kost). Nah kali ini saya ingin masak, lauk kesukaan anak-anak dan sayur kesukaan suami, yaitu bola-bola daging dan oseng jagung bayi.

Untuk bola-bola daging, saya membeli 4 ons daging sapi giling. Daging giling ini akan saya campur dengan separuh ulekan dari 10 siung bawang putih, 10 bawang merah, sedikit merica dan garam yang telah saya buat. Kemudian daging akan saya buat menjadi bola-bola kecil sebesar bakso (biasanya anak-anak senang untuk membantu membuat bola-bola daging ini) dan saya rebus dengan memasukkannya ke dalam air yang sudah mendidih. Bola-bola daging segera diangkat begitu sudah mengapung agar tidak terlalu masak. Selanjutnya akan saya tumis sisa ulekan bumbu, setelah tercium bau sedap bola-bola daging di masukkan, tambahkan sedikit gula merah dan kemudian air rebusan bola-bola daging tadi dituangkan. Tunggu sampai kuah tinggal sedikit. Matanglah sudah bola-bola daging kegemaran anakku.

Untuk sayur oseng jagung bayi (biasanya saya tambah kacang panjang), cara saya cukup gampang dan sederhana. Setelah jagung dan semua bumbu dicuci bersih, setiap jagung bayi dibelah jadi empat dan dipotong jadi dua. Kemudian irisan jagung dimasukkan dalam tumisan bawang putih yang di keprek, irisan cabe merah dan jahe yang sudah dikeprek serta irisan tomat. Diberi garam dan gula merah secukupnya. Setelah tercampur merata dan setengah matang, 1/2 gelas air sisa rebusan daging sapi yang masih panas dituangkan. Diaduk-aduk sebentar. Angkat. Matikan kompor. Jadi deh, sayur kegemaran suamiku.

Biasanya, anak-anak dan suami lahap sekali jika makan dengan kedua jenis masakan saya ini. Mereka akan memperlihatkan atau berkata kepada saya bahwa rasa masakan saya enak sekali, yang akan membuat saya tersenyum-senyum, karena saya tahu mereka ingin sekali menyenangkan hati saya. " Enak tenan", biasanya kata suami kalau makan dengan masakan saya.

Math of The Day


Widgets and Templates

Bermain Sudoku.... Siapa Takut..?

Belanja...? Klik saja...