Ternyata foto Pak JK yang sedang tertawa ceria dan Pak SBY yang sedang tersenyum kalem di harian Republika pagi ini telah menularkan kebahagian sendiri di keluarga kami. Pak JK sedang berkomunikasi dengan Pak SBY lewat telepon. Pak JK memberi ucapan selamat kepada Pak SBY tulis berita itu. Di foto yang termuatpun terlihat keakraban dan kerukunan dari keduanya. Safa dan Mila, dua anak kami yang masih kecilpun ikut senang melihat foto itu.
Kemarin dua anak kami yang kecil-kecil ini agak sedih, karena capres dan cawapresnya ada yang kalah, mau mereka semua menang, sehingga tidak akan ada yang berselisih pikir mereka berdua (mungkin). Kata Safa kemarin, "Kasihan ya semua kan baik.Coba ketiga-tiganya jadi presiden, ya Ma". "Iya, ada presiden umum dan dua presiden, seperti ada ketua umum dan ada ketua-ketua, ya Dik ya", kata saya dan kedua anakku yang besar yang berpendapat bahwa ketiganya sama (si sulung memutuskan untuk tidak nyontreng, aku dan suamikupun menghargai dan memahaminya setelah mendengarkan alasannya). Saya menebak-nebak jalan pikiran kedua anak kecilku ini, mengapa terbersit perasaan kawatir. Mungkinkan kedua anak kecilku ini menyangka pilpres itu sama dengan kalau mereka membagi sepotong kue atau mainan, jika bagiannya tidak sama (ada yang banyak ada yang sedikit) terus mereka berselisih, sehingga mereka berpikir kalau ada yang menang dan ada yang kalah nanti pada berselisih. Dan pasti tidak enak suasananya kalau ada yang berselisih, seperti bagaimana tidak enaknya kalau mereka sedang berselisih walaupun akhirnya cepat rukun lagi dan bermain bersama lagi.
Akupun berpikir kalau foto yang dimuat Republika ditambah lagi dengan fotonya Bu Mega yang tersenyum keibuan, pasti kedua anak kecilku ini akan tambah senang apalagi di tambah dengan foto pak Wiranto, Pak Prabowo dan Pak Budiono dengan senyum-senyum khasnya. Mengapa aku jadi berpikir demikian? Karena Safa, anak ketigaku setelah melihat tidak ada foto Bu Mega di koran itu bertanya, "Bu Mega juga mengucapkan selamat, Ma?". "Belum Nak", jawabku.
Ternyata foto orang tersenyum dapat memberikan kebahagian tersendiri pada keluarga kami. Jadi ingat hadist Rasulullah saw yang termuat dalam kumpulan hadist-hadist dari sekolah kedua putri kecilku "Senyummu didepan saudaramu adalah sodaqoh".
Kemarin dua anak kami yang kecil-kecil ini agak sedih, karena capres dan cawapresnya ada yang kalah, mau mereka semua menang, sehingga tidak akan ada yang berselisih pikir mereka berdua (mungkin). Kata Safa kemarin, "Kasihan ya semua kan baik.Coba ketiga-tiganya jadi presiden, ya Ma". "Iya, ada presiden umum dan dua presiden, seperti ada ketua umum dan ada ketua-ketua, ya Dik ya", kata saya dan kedua anakku yang besar yang berpendapat bahwa ketiganya sama (si sulung memutuskan untuk tidak nyontreng, aku dan suamikupun menghargai dan memahaminya setelah mendengarkan alasannya). Saya menebak-nebak jalan pikiran kedua anak kecilku ini, mengapa terbersit perasaan kawatir. Mungkinkan kedua anak kecilku ini menyangka pilpres itu sama dengan kalau mereka membagi sepotong kue atau mainan, jika bagiannya tidak sama (ada yang banyak ada yang sedikit) terus mereka berselisih, sehingga mereka berpikir kalau ada yang menang dan ada yang kalah nanti pada berselisih. Dan pasti tidak enak suasananya kalau ada yang berselisih, seperti bagaimana tidak enaknya kalau mereka sedang berselisih walaupun akhirnya cepat rukun lagi dan bermain bersama lagi.
Akupun berpikir kalau foto yang dimuat Republika ditambah lagi dengan fotonya Bu Mega yang tersenyum keibuan, pasti kedua anak kecilku ini akan tambah senang apalagi di tambah dengan foto pak Wiranto, Pak Prabowo dan Pak Budiono dengan senyum-senyum khasnya. Mengapa aku jadi berpikir demikian? Karena Safa, anak ketigaku setelah melihat tidak ada foto Bu Mega di koran itu bertanya, "Bu Mega juga mengucapkan selamat, Ma?". "Belum Nak", jawabku.
Ternyata foto orang tersenyum dapat memberikan kebahagian tersendiri pada keluarga kami. Jadi ingat hadist Rasulullah saw yang termuat dalam kumpulan hadist-hadist dari sekolah kedua putri kecilku "Senyummu didepan saudaramu adalah sodaqoh".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar